Sabtu, 02 April 2016

teruntuk duatujuh...

Halo. Apakabar?
Aku tahu sebenarnya kamu dalam keadaan sangat baik karena kita habis bertemu hari ini. Ya,hari ini adalah hari dimana pada akhirnya kita bisa samasama dalam satu kota dan malam mingguan bersama. Sudah berapa bulan kita tidak melakukan hal ini?

Hey,
aku rindu padamu.
Bukan, bukan masalah rindu fisik, toh tadi kita sudah bertemu.

Aku rindu kamu yang dulu.
Bukan, bukan berarti aku tak suka dengan kamu yang sekarang.
Mungkin aku kaget, mungkin aku belum terbiasa.
Mungkin aku belum bisa terima, mungkin aku masih ingin kau menjadi apa yang aku harapkan saja.

Ada satu pertanyaan yang ingin aku tanyakan padamu.
Namun setiap aku bertatap langsung denganmu, aku selalu bungkam.

Sampai kapan?

Sesimpel itu sebenernya pertanyaanku.
Tapi entah kenapa, aku selalu takut untuk menanyakannya.

Kalau boleh jujur,
Aku lelah hidup seperti ini.
Aku lelah berpura-pura di depan orang banyak.
Aku lelah diam-diam.
Aku lelah membohongi orang demi egoku sendiri.
Aku tahu kamupun lelah.

Tapi apa yang bisa kita perbuat untuk menghilangkan rasa lelah ini?
Tidak ada.
Atau mungkin ada dan kita tahu, namun kita memang sengaja tak melakukannya.
Sengaja membiarkan semua ini mengalir dengan sendirinya.

Teruntuk duatujuh...
Kamu tahu apa yang sedang aku lakukan sekarang?

Pikiranku sedang mundur ke masa lalu,
Masa dimana awal kita saling mengenal hanya karena sebuah coklat.
Masa dimana yang tadinya bertemu denganmu saja aku takut.
Masa dimana kita main bareng.
Masa dimana yang awalnya cuma bisa ketemu 2hari seminggu namun lama2 menjadi setiap hari.
Masa dimana pertama kamu ke rumah aku.
Masa dimana pertama aku ke rumah kamu.
Masa dimana kita saling mengenal baik keluarga masing-masing.

Bicara soal rumah dan keluarga, ah sudahlah. Aku makin sedih dibuatnya.
Aku rindu masa itu, bi.
Aku rindu masa dimana kita main tak ada batas.
Kamu ke rumah sesuka hatimu jamberapapun pintu selalu terbuka untukmu.
Begitu juga aku, tanpa harus kubilang ingin ke rumahmu, aku tbtb sudah di dalam rumahmu bercanda tertawa bersama keluargamu.
Dulu kita bebas ijin bermain bersama, namun sekarang harus ijin main tanpa menyebut nama salah satu dari kita.
Dulu, mau sampai jamberapapun diluar asal sama kamu, mereka percaya.
Dulu, mau kemanapun kamu pergi asal sama aku, mereka percaya.
Dulu, kamu yang selalu ditanya 'ko ga main kesini?' Oleh mereka, sekarang menyebut namamu saja tidak pernah lagi.
Dulu, aku yang selalu disambut hangat oleh mereka tiap aku berkunjung ke rumahmu.

Aku sangat rindu masa dimana peristiwa itu belum terjadi.
Peristiwa yang membuat semuanya berubah, baik dari pihakku, maupun pihakmu.
Peristiwa yang membuat semua seolah tidak saling mengenal.
Peristiwa yang membuat kebencian diantara mereka tapi tidak untuk kita.

Teruntuk duatujuh...
Sampai kapan kita seperti ini?
Aku ingin kembali seperti dulu
Bebas denganmu tanpa ada yang menghalangi
Apa masih bisa?
Apa masih boleh aku berharap seperti ini?
Apa akan terkabul jika aku berdoa setiap saat?
Apa suatu saat nanti akan berubah? Berubah seperti dulu lagi,
Dulu yang sekarang hanya bisa dikenang.
Dulu yang sekarang hanya bisa diharapkan datang kembali.
Dulu yang semuanya begitu indah.

Sambil mengetik inipun aku meneteskan air mata.
Memang, aku ini lemah.
Dan aku tak tahu lagi harus berbuat apa untuk menebus kesalahan yang lalu.
Yang bisa aku rasakan saat ini hanyalah rindu.
Rindu akan kita yang dulu, sebelum peristiwa itu terjadi, sebelum semuanya berubah.

1 komentar:

  1. duh sangat menyentuh aku bacanya sampai menitihkan air mata :'(

    BalasHapus